Sabtu, 23 November 2013

Rinai Hujan


Tetap terasa jauh, yah itulah yang sering Almira rasakan meski sang pujaan hati berada di dekat ia sekalipun. Sudah lama ia menahan rasa yang sering kali membunuh hatinya itu. Sejak kelas VII SMP hingga sekarang ia berhasil menyembunyikan rasa yang terus menusuk hatinya. Meski waktu telah berjalan dari enam tahun yang lalu namun rasa itu tak kunjung pudar.
Kini Almira telah melanjutkan studinya ke sebuah Perguruan Tinggi Negeri di Bogor. Ia mengambil jurusan Teknologi Industri Pertanian, sebuah jurusan yang ia harapkan bisa menjadi tanggung jawabnya sehingga ia tidak akan merasa salah karena memilih jurusan tersebut. Hingga beberapa tahun telah berlalu sampai kini ia sudah dapat menyandang gelar sarjananya. Sejak ia kuliyah, ia memang sudah tidak pernah lagi bertemu dengan Azka si pujaan hatinya. Bahkan Almira tidak tahu kini ia berada di mana. namun tetap ia takkan mampu melupakan Azka.
Entah apa yang Almira pikirkan. Lulus kuliyah bukannya mencari pekerjaan atau melanjutkan study lagi ke jenjang magister, ia malah memutuskan untuk pulang ke desa tempat neneknya dan hidupnya waktu ia masih kecil dan menetap di sana. Orang tuanya sempat menentang, namun apa daya. Watak keras Almira tak akan mampu mengalahkan segala bentuk larangan dari orang tuanya tersebut.
Tidak akan tahu jika belum bertanya, andai orang tua Almira tahu apa yang akan ia lakukan jika berada di sana. Sejak kcil ia sudah hidup bersama nenek tercintanya tersebut. Ia dititipkan karena orang tuanya terlalu sibuk bekerja di Bekasi. Hingga ia kelas VI SD baru diambil oleh kedua orang tuanya tersebut. Ia ingin sekali mengembangkan kebun yang dimiliki neneknya. Kebun itu cukup luas, karena di desa nenek merupakan salah satu orang yang terkenal paling kaya di sana.
“Udara di sini tidak pernah berubah, tetap sejuk dan menenangkan jiwa”. Gumamnya.
            “ Almira bukan?.” Tampak seorang pemuda berusaha menyapaku meski sangat terlihat ia sedikit malu-malu untuk mengatakannya.
Almira berusaha mengingat-ngingat wajah pemuda tersebut, hingga sang pemuda menyebutkan namanya dan akhirnya dapat menarik kembali ingatan Almira.
            “Ahza?” tanya Almira senang.
Pemuda itu mengangguk dengan wajah yang sumpringah, bahagia karena akhirnya gadis yang berada di depannya tersebut mampu mengingatnya. Ahza adalah teman kecil Almira sewaktu SD. Mereka berdua sangat akrab sekali. Bahkan Ahza selalu saja melindungi Almira, kapanpun dan dimanapun ia selalu ada untuk Almira.
            “ Kamu cantik sekali Almira, sudah lama kita tidak bertemu.” Kata pmuda tersebut.
            “ kamu juga, lebih ganteng. Hehehhe” sahut Almira.
Sejak dulu Ahza memang sudah terlihat bahwa kelak jika dewasa ia akan tumbuh menjadi laki-laki tampan nan gagah. Ia merupakan anak orang ternama di desa. Meski ia seorang anak kepala desa namun ia tak pernah memilih-milih dalam berteman. Dan ternyata ia juga seorang sarjana pertanian.
            Beberapa bulan berlalu, dan hubungan mereka pun menjadi semakin dekat. Suatu ketika, saat mereka sedang berada pada sebuah lahan hijau di belakang rumah nenek Almira, tiba-tiba Ahza mengungkapkan seuntai kalimat yang tak diduga-duga oleh Almira.
            “ Sungguh rinai hujan pun takkan mampu untuk melunturkannya.” Ungkap Ahza.
Almira hanya termangu tak mampu berkata apa lagi. Ia bingung harus menjawab apa. Mungkinkah hatinya mampu beralih pada pemuda tersebut. Jika tidak, mampukah ia untuk mengatakan yang sebenarnya. Ia tak mau apa yang terjalin selama ini menjadi hancur hanya karena sebuah rasa yang sebenarnya juga tidak mampu untuk disalahkan.
            “ beri aku waktu untuk memikirkannya, ku mohon.” Pinta Almira.
Ahza bukanlah seorang pemuda yang mudah tersinggung. Dengan senyum tulusnya ia pun  mengatakan iya untuk Almira.
            Hujan tak jua berhenti, sudah berapa iya bernyanyi?. Di balik jendela mungil nampak Almira dengan kegundahannya melamun seorang diri. Tiba-tiba nenek datang menghampirinya dari arah belakang.
            “ Kamu kenapa nduk?” tanya nenek prihatin melihat cucunya terus melamun.
            “ Almira bingung eyang.” Kata Almira lirih.
Almira menceritakan semua yang terjadi pada dirinya. Dari Azka si pujaan hati yang entah saat ini berada dimana hingga peristiwa kemarin saat Ahza mengungkapkan perasaan kepadanya. Nenek memang orang yang sangat arif dan bijaksana. Dengan senyum tipis yang terulas dari bibirnya ia berkata:
            “Nduk, semua sudah ada jatahnya masing-masing. Apa kamu yakin dengan kamu menunggu Azka hingga saat ini?. Apa kamu tidak pernah berpikir bahwa mungkinkah di sana ia memikirkanmu?. Dan apa selama ini kamu tidak merasa rugi telah menunggunya untuk sekian lama?.” Tanya nenek.
Aku hanya tertunfuk lesu mendengarkan ucapan nenek barusan, dan nenek melanjutkan ucapannya.
“ Ahza pemuda yang baik nduk. Dan sepertinya ia juga tulus mengungkapkan perasaannya itu. Namun semua kembali pada kamu, kamu yang menjalani. Nenek juga ndak bisa melarang kamu untuk mempertahankan perasaan kamu itu.” Tegas nenek.
Nenek benar, Almira merasa ia sudah terlalu dibodohi oleh perasaannya. Bertahun-tahun berlalu tanpa cinta dan kepastian. Ia memutuskan untuk mencoba membuka hatinya untuk Ahza. Meski ia belum mengatakan iya pada pemuda tersebut.
            Pulang dari kebun, sesuatu yang tak terduga pun terjadi. Alangkah kagetnya Almira ketika mendapati seorang laki-laki dewasa seumurannya duduk di ruang tengah rumah neneknya. Tidak salah lagi. Pemuda itu adalah Azka. Mengapa ia bisa sampai di sini?, dan apapula urusannya ia kemari. Pikir Almira.
            “Azka? Kamu ok bisa sampai di sini?.” Tanya Almira sedikit bingung.
Sebelumnya mereka memang tidak akrab, namun mereka mengenal satu sama lain karena dulu pernah satu organisasi di OSIS.
            “Aku mencarimu Almira.” Kata Azka.
            “Mencariku untuk apa?” tanya Almira lagi.
            “Aku mencintaimu Almira.” Sahut Azka hingga membuat Almira tak percaya.
Tuhan,,, perasaan Almira semakin berkecamuk. Di saat ia sudah mencoba melupakan Azka dan mau membuka hatinya untuk Ahza, kenapa Azka malah kembali dengan perasaan yang Almira harapkan dulu. Dulu, ya dulu. Kini ia sudah mulai melupakannya, tapi kenapa malah ia kembali. Almira benar-benar tak menyangka, ternyata Azka juga memendam perasaan yang sama untuknya. Siapa yang akan ia pilih?. Sedangkan perasaanya terhadap Ahza sudah mulai ia berikan.
            Dari balik pintu depan sudah berdiri Ahza sedang memperhatikan mereka. Ketika Almira menyadari hal tersebut, ia berusaha mengundang dan mengajaknya untuk bergabung. Merasa tak enak Ahza memutuskan untuk pamit pulang. Almira bnar-benar merasa bersalah kepada Ahza, ia tidak tahu apa-apa tentang apa yang telah terjadi. Terhadap Azka saja ia juga tidak bisa menjawab. Berhubung hari sudah gelap, Almira meminta Azka untuk menginap saja di rumah neneknya tersebut. Dan Azkapun mengiyakan permintaan orang yang dikasihaninya itu. Paginya Azka pulang dengan ketidakpastian. Namun Almira janji akan segera memberi jawaban untuk Azka. Ahza, bagaimana dengan Ahza jika ia menerima Azka. Lagi-lagi bayangan tersebut mengusik pikiran Almira. 
            Azka meminta Almira untuk pulang ke Bekasi. Berhubung ia juga memiliki kepentingan di sana maka ia memutuskan berangkat pagi harinya. Tetapi Almira elum sempat ijin kepada Ahza karena setelah peristiwa tersebut Ahza belum pernah ke rumahnya lagi. Justru saat Ahza ingin menemui Almira, ia malah sudah tidak ada di desa.
            Lima bulan berlalu begitu saja tanpa terasa. Almira elum juga kemali ke desa. Mungkinkah Almira memutuskan untuk pergi saja dari desa ini? Mungkinkah ia sudah bahagia dengan laki-laki tersebut?. Pikiran Ahza dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak pasti itu. Akan tetapi entah mengapa hatinya terus berkata bahwa Almira pasti akan kembali.
            Sore ini Ahza mengadakan pelatihan bagaimana cara mengadakan pertanian organik di desanya. Ia menganggap keadaan lahan desanya sangat mendukung sekali untuk menanamkan sistem tersebut. Selesai melakukan pelatihan, Ahza tidak langsung pulang. Tiba-tiba ia ingin sekali menikmati udara sore yang sejuk. Walau di langit sudah menggantung gumpalan awan hitam namun hal tersebut tak mampu untuk mencegah keinginannya tersebut. Ia ingin mengulang kenangan-kenangan saat bersama Almira beberapa ulan yang lalu.
            “Almira, aku sangat merindukanmu. Apa kabar kamu di sana, andai saat ini kamu erada di sini di sampingku.” Gumamnya dalam hati.
Air mata mulai menghangatkan pipinya, tak terasa ia sampai meneteskan butiran-butiran air tersebut. Dengan segera ia menyeka air mata tersebut. Tak boleh ada orang yang tau kalau sebenarnya saat ini hatinya sedang menangis. Namun ia juga tak mampu berbuat apa-apa, karena semua itu adalahkeputusan Almira. Mungkin sebagai lelaki ia terlihat sangat lemah. Keputusannya untuk diam adalah karena ia tak mau memaksakan kehendaknya, ia menghargai segala keputusan yang telah diambil oleh Almira.
            Tetes hujan mulai membasahi baju yang ia kenakan. Ia memutuskan untuk pulang saja ke rumah. Lima langkah ia erjalan, tia-tia ada yang menyentuh dan mulai menggenggam tangannya dari belakang. Saat ia berbalik, didapatinya seulas senyum yang sudah berbulan-bulan ia rindukan.
            “Almira.” Katanya sumpringah.
            “Aku di sini Ahza, untuk kamu.” Kata Almira.
            “lalu Azka?” tanya Ahza.
Almira menggeleng tersenyum. Kini sepenuhnya hatinya telah di serahkan kepada Ahza. Lelaki yang mampu mengajari cinta yang sesungguhnya. Lima bulan jalan dengan Azka tak membuatnya tenang, ternyata pikirannya sudah beralih dipenuhi oleh Ahza. Ahza menggenggam erat tangan Almira. Bersama dengan derasnya rinai hujan, kini cinta mereka telah bersatu.
           
Hujan,,, kini kau menjadi saksi betapa indahnya cinta kami bersatu
            Hujan,,, jangan biarkan perasaan kami hanyalah sebuah nafsu belaka
            Dalam tiap tetesmu tersimpan sebuah rasa yang tak ternilai
            Untuk dia,,, pemuda yang sudah mampu merebut hatiku dari ketidakpastian
            Hujan,,, dalam rinaimu yang telah tersimpan sebuah kenangan
Disaat tanganku menggenggam tangannya
Disaat tangannya menggenggam tanganku
Dan disaat hatinya bersatu dengan hatiku
Kau adalah saksi,,, ku tunggu selalu keteduhanmu

Dalam hujan cinta kita bersatu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar