Masa itu, adalah masa
terindah yang pernah aku alami. Tetapi satu, jika aq disuruh untuk kembali ke
masa-masa itu mungkin aku takkan pernah mau. Bukannya aku kapok untuk merasakan
lagi yang namanya jatuh cinta, karena nyatanya untuk yang ke dua kalinya aku jatuh
cinta padanya. Mahendra. Dialah yang membuatku paham apa itu cinta, apa itu
rindu, dan apa itu kecewa. Karena dia, aku mengerti semua tentang yang namanya
jatuh cinta.
Awalnya aku tak tahu
siapa dia, tapi teman-teman sekelasku rame memperbincangkan tentangnya. Aku
adalah tipe cewek super cuek yang tak mudah bergaul dengan makhluk yang namanya
lelaki. Bahkan aku tak punya satupun teman lelaki. Namun siapa sangka pertemuan
itu membuatku tak mengerti. Ada getaran beda yang ku rasakan, aku tak mengerti karena
sepertinya aku terlalu dini merasakan yang namanya jatuh cinta. Ya,,, secara
waktu itu aku baru masuk kelas 1 SMP. Awal pertemuan itu saat istirahat setelah
pelajaran pertama (aku bahkan nggak menyangka sampai saat ini masih bisa
mengingat dan merasakannya), saat kami sama-sama berjalan di koridor sekolah
namun dalam arah yang berbeda. Ketika aku sedang asyik ngobrol dengan temanku
tanpa melihat ke depan tiba-tiba dia menabrakku. Dia hanya tersenyum, berhubung
aku menghargai karena dia adalah kakak kelasku maka aku berbalik membalasnya
dengan senyuman pula. Aku nggak mengerti dan aku nggak paham, bahkan percaya
atau tidak percaya senyumannya langsung ngena di hatiku. Tak lama dia langsung
berlalu.
“ Eh Mahendra,,,” kata
Nur setengah berbisik kepadaku
“ Oh itu toh yang
namanya Mahendra” aku hanya membalasnya dengan simpel.
Padahal siapa tahu isi hatiku
sebenarnya, debaran itu masih bisa aku rasakan, sampai di rumah, sampai malam,
bahkan sampai-sampai aku berharap supaya pagi cepat tiba agar aku bisa segera ke
sekolah dan melihatnya lagi. Terlalu cepat pula perasaan itu merasuki hatiku,
tapi aku tak pernah berani mengartikan apa yang sesungguhnya aku rasakan. Aku
masih terlalu kecil mengenal yang namanya cinta.
Sedikit
kabar bahagia, kelasnya ternyata tak jauh dari kelasku. Bahkan hanya
terpisahkan oleh satu ruang kelas. Aku selalu menyambut istirahat sekolah
dengan ceria, karena di saat seperti ini aku dapat melihatnya meski hanya lewat
jendela kelasku.
Mencintainya dalam
diam. Aku bisa apa??? Aku hanya wanita. Setahun berlalu aku hanya bisa memendam
apa yang aku rasakan. Ya,,, hanya mencintainya dalam diam. Mampu melihatnya
dari balik jendela saja aku sudah girangnya minta ampun. Apalagi kalau pas ada
kesempatan berada di dekatnya, atau dia benar-benar nyata berada di hadapanku.
Sering sekali waktu memberiku kesempatan berada di dekatnya, entah itu saling
tabrakan kemudian dia memberiku senyum penyejukknya, atau berada dalam
perpustakaan. Hal kecil, tetapi selalu bisa mmbuatku bahagia.
“ Mahendra gonta-ganti
cewek terus. Lama-lama ilfeel juga ah sama dia. Masak sekarang dia pacaran sama
Mbak Winda anak kelas 2A” celoteh Chasanah kepadaku.
Aku hanya membalasnya dengan senyuman.
Meski hatiku berkecamuk, lari kesana kemari, jatuh, merintih, bahkan menjerit. Selama
satu tahun aku berhasil menyembunyikan cinta ini, dari siapapun. Mungkin
diary-diary ku lah yang menjadi saksi betapa besar rasaku terhadapnya.
“ Tih kok kamu diam aja, hayo sedang ngelamunin
siapa?” tanya Chasanah tiba-tiba saat kami duduk di depan kelas istirahat
pertama.
Aku
gelagapan, seperti maling yang sedang kepergok saat beraksi.
“ Eh,,, engg,,, enggak,,, aku nggak
sedang ngelamunin siapa-siapa. Hehhee” jawabku sambil meringis.
Sejak tadi aku memang sedang
memperhatikannya yang sedang kumpul-kumpul dengan temannya.
“Hayoooo...
Ratih liatin siapa???” eh teman-teman yang lain malah ikut-ikutan mendadak
kepo.
“Haha
tuh liatin Bu Lina marahin anak-anak di sana” celotehku. Untung di kelas depan
ada situasi yang sangat mendukung. :D
Tiba saat kelulusannya.
Kalian tahu??? Aku sangat kehilangan dia. Tapi lagi-lagi hanya air matakulah
yang bicara. Sehari tak bertemu dengannya saja aku sudah gundah gulana. Apalagi
kini aku akan kehilangan dia. Kehilangan??? Kadang aku ingin menertawakan
diriku sendiri. Kenapa aku harus merasa kehilangan, padahal aku tak pernah
memiliki dia?. Aku bisa apa? Aku hanya cewek biasa yang tahu diri nggak akan
mungkin bisa membuatnya tertarik sampai kiamatpun tiba.
Hari-hariku terasa
kosong setelah tak ku dapati lagi kehadirannya. Semangat untuk pergi ke
sokalahpun juga sudah tak menggebu-gebu seperti dulu.
“Dasar kau bodoh Ratih,
dia siapa kamu??? Bisa-bisanya memberi dampak sebesar ini” pikiranku seperti
mengutukiku sendiri. Tapi hatiku juga tak bisa memungkiri kalau aku sangat
kehilangan dia. Dan ingin hari-hariku kembali seperti ketika dia masih ada.
Karena hanya bisa melihat wajahnya saja sudah memberiku kebahagiaan yang luar
biasa.
Hatiku terus mencari
sosok itu, senyum itu dan tatapan itu. Seminggu, sebulan dan setahun telah
berlalu, kini aku sudah mulai terbiasa tanpa keberadaannya. Hingga akhirnya aku
mulai memasuki bangku SMA. Siapa sangga di sana aku menemukan kejutan besar dalam
hidupku. Setahun berlalu aku sudah bisa sedikit membunuh perasaanku. Kini dia
benar-benar nyata berdiri di hadapanku sebagai senior di SMA baruku. Air mataku
hampir jatuh karena sudah tak mampu ku bendung lagi. Dia yang selama ini sangat
aku rindu. Oh Tuhan aku tak menyangka
bisa satu sekolahan lagi. Gumamku dalam hati. Senyumnya tak berubah,
tatapannya pun masih sama seperti dulu. Kenapa aku bisa mengerti bagaimana cara
ia menatap, karena dulu aku pernah bertabrakan dengannya hingga mata kami
saling memandang. Ya,,, aku nggak salah. Ini mata yang dulu pernah menyejukkan
hatiku. Bahkan dia juga masih sama seperti dulu menjadi idola di sekolah dan
digandrungi banyak cewek.
“Rasa
ini muncul lagi??? Kemarin aku mati-matian berusaha membunuh cinta ini, tapi setelah
aku berhasil kenapa aku harus dipertemukan lagi? Apa ini kesempatan ke dua yang
diberikan Tuhan sehingga aku bisa memilikinya? “.
Pertanyaan ini semakin membuatku berkecamuk. Kenapa aku harus bertemu dengannya
lagi?. Dia cinta pertamaku. Dia yang pertama kali membuatku mengerti apa itu
cinta, apa itu rindu, dan apa itu kecewa.
“Dek ini punyamu?”
tanya seseorang dari belakang tubuhku.
Ketika aku menoleh ke belakang kalian
tahu siapa yang berdiri tepat di belakangku sekarang? Dia. Ya saat ini dia tepat
berdiri di belakangku. Dengan debaran yang tak menentu ku balikkan tubuhku
menghadap dia.
“
Eh iy... iya mas...” jawabku tergagap.
Tuhan,,,
dia tersenyum padaku... senyum yang selama ini aku cari-cari.
“ Ma,,, makasih ya
mas...” kataku
Hari-hariku kini mulai
berwarna lagi, setelah beberapa bulan badai datang menghancurkan senyumku. Kini
aku mulai sering bertemu dengannya, ngobrol dengannya, karena kami berada dalam
satu organisasi. Di sekolah aku iseng mengikuti kegiatan ekstrakulikuler PMR.
Sebelumnya aku tak menyangka kalau dia anak PMR, karena setahuku dia menjadi
anggota OSIS dan pramuka di sekolah. Mengikuti diklat adalah salah satu syarat
agar aku bisa menjadi anggota PMR yang berlangsung selama 2 hari satu malam.
Malam itu, saat deadline renungan
malam dia ikut andil. Lagi-lagi senyumnya yang selalu membuatku mati kutu. Dari
itulah aku tahu kalau dia juga mengikuti ekskul PMR. Lewat ekskul ini pula aku
mulai dekat dengannya. Aku tak pernah berharap banyak dengan kedekatan ini,
karena sampai sekarang belum ada tanda-anda kalau dia menyukaiku. Akupun sadar,
seorang idola sekolah tak mungkin menyukai
gadis kuper dan cuek sepertiku ini. Meski tak sedikit dia mulai perhatian
terhadapku. Ya wajar, mungkin karena kami berada dalam satu organisasi dan
devisi. Tapi lama-lama aku mulai tersadar kalau sebenarnya dia sudah
menganggapku sebagai teman baiknya.
Harapanku mulai buyar
ketika aku tahu kalau sebenarnya Mahendra menyukai seseorang lain di organisasi
ini. Siapa dia??? Dia adalah sahabatku sendiri, Ayu. Hancur??? Pasti. Tapi aku
bisa apa, karena Ayu juga sama-sama menyukai Mahendra. Bahan Mahendra memintaku
untuk nyomblangin mereka. Bisa dibayangkan bukan betapa dilemanya aku???.
“ Tih, please dong
comblangin aku!!! Kamu kan dekat dengan Ayu.” Pintanya.
Aku hanya meringis menanggapinya.
“
Loh ya cuma tersenyum,,, kamu mau apa dah akan aku kasih asal kan kamu mau
nyomblangin aku dengan Ayu” Kata Mahendra membujuk.
“
Ih apa sih kak, kakak ganteng,,, kakak coba dewh deketin sendiri, dia nggak
bakal nolak kok” kataku.
Aku bahkan nggak butuh ice cream,
coklat, atau boneka. Aku hanya butuh hatimu Ndra. Bukan iming-iming hadiah yang
akan kamu berikan jika aku berhasil nyomblagin kalian. L
“
Dia susah Tih,,, bakal nggak pernah nanggepin aku,,,” katanya lagi.
“
Ah Cuma perasaan kakak mungkin.” Jawabku.
Maaf Ndra, bukannya aku nggak mau
nyomblangin kalian. Karena aku nggak mau terlalu munafik dengan perasaanku
sendiri. Aku hanya nggak kuat nantinya kalau harus nanggung penyesalan karena
telah mempersatukan kalian. Mempersatukan kalian sama halnya melukai hatiku
sendiri.
Berada
dalam satu organisasi ternyata tak membuatku bahagia, bukan karena
organisasinya. Tetapi karena aku nggak kuat harus lama-lama memendam ini terus
menerus, sedangkan dia selalu ada bersamaku. Akhirnya aku memutuskan untuk
keluar dari organisasi ini. Awalnya dialah orang pertama yang tak mengijinkan
aku untuk keluar, tetapi aku beralasan kalau aku ingin fokus belajar.
“
Tih,,, please...” katanya meminta.
Aku hanya membalasnya dengan gelengan
sedih.
Setelah
keluar dari organisasi, aku memang lebih menyibukkan diriku untuk belajar. Ini
adalah alasan agar aku dapat menghindar dari dia. Meskipun kami hanya berteman,
tetapi kami sudah seperti sahabat yang sangat dekat. Aku selalu mencoba agar
tak bertemu dengannya, tak jarang pula dia mencariku. Dan kini aku sudah mulai
terbiasa tanpanya.
Lama aku tak bertemu
dengarnya, kini aku harus mendengar lagi kabar kalau dia ternyata sudah jadian
dengan teman sekelasnya. Katanya hubungan mereka sangat langgeng dan romantis
bahkan dengar-dengar mereka dinobatkan sebagai pasangan terserasi oleh
anak-anak. Aku harus menerimanya dengan lapang, karena sampai kapanpun aku
tersadar dia nggak mungkin jadi milikku. Pernah dekat dengannya meskipun hanya
sebgai teman dekat sudah mampu membuatku tersenyum bahagia.
Sakit???
Tentu. Tapi inilah bukti bahwa aku sangat mencintainya. Aku ikhlas dia bahagia
bersama cinta sejatinya. Menyesal??? Tentu saja tidak. Aku nggak pernah
berpikiran menyesal karena telah mencintainya. Bahkan telah atuh cinta
kepadanya untuk yang kedua kalinya, meskipun aku tahu dia nggak akan pernah
menjadi milikku.
Membaca lembar demi lembar diary
yang dulu pernah ku tulis ini membuatku tersenyum, namun ternyata masih ada
sedikit rasa sesak yang bergeming di hatiku. Kini apa kabar kamu??? Aku
tersenyum saat menutup diary mungilku yang bersampul warna pink ini. Terima
kasih ya sudah pernah memberi warna dalam hidupku. Aku masih berharap kelak
kita dapat dipertemukan kembali. Namun dalam kondisi masing-masing dari kita
sudah memiliki keluarga kecil. J
The End