Jumat, 27 Maret 2015

Kau, Cinta Pertamaku



Masa itu, adalah masa terindah yang pernah aku alami. Tetapi satu, jika aq disuruh untuk kembali ke masa-masa itu mungkin aku takkan pernah mau. Bukannya aku kapok untuk merasakan lagi yang namanya jatuh cinta, karena nyatanya untuk yang ke dua kalinya aku jatuh cinta padanya. Mahendra. Dialah yang membuatku paham apa itu cinta, apa itu rindu, dan apa itu kecewa. Karena dia, aku mengerti semua tentang yang namanya jatuh cinta.
Awalnya aku tak tahu siapa dia, tapi teman-teman sekelasku rame memperbincangkan tentangnya. Aku adalah tipe cewek super cuek yang tak mudah bergaul dengan makhluk yang namanya lelaki. Bahkan aku tak punya satupun teman lelaki. Namun siapa sangka pertemuan itu membuatku tak mengerti. Ada getaran beda yang ku rasakan, aku tak mengerti karena sepertinya aku terlalu dini merasakan yang namanya jatuh cinta. Ya,,, secara waktu itu aku baru masuk kelas 1 SMP. Awal pertemuan itu saat istirahat setelah pelajaran pertama (aku bahkan nggak menyangka sampai saat ini masih bisa mengingat dan merasakannya), saat kami sama-sama berjalan di koridor sekolah namun dalam arah yang berbeda. Ketika aku sedang asyik ngobrol dengan temanku tanpa melihat ke depan tiba-tiba dia menabrakku. Dia hanya tersenyum, berhubung aku menghargai karena dia adalah kakak kelasku maka aku berbalik membalasnya dengan senyuman pula. Aku nggak mengerti dan aku nggak paham, bahkan percaya atau tidak percaya senyumannya langsung ngena di hatiku. Tak lama dia langsung berlalu.
“ Eh Mahendra,,,” kata Nur setengah berbisik kepadaku
“ Oh itu toh yang namanya Mahendra” aku hanya membalasnya dengan simpel.
Padahal siapa tahu isi hatiku sebenarnya, debaran itu masih bisa aku rasakan, sampai di rumah, sampai malam, bahkan sampai-sampai aku berharap supaya pagi cepat tiba agar aku bisa segera ke sekolah dan melihatnya lagi. Terlalu cepat pula perasaan itu merasuki hatiku, tapi aku tak pernah berani mengartikan apa yang sesungguhnya aku rasakan. Aku masih terlalu kecil mengenal yang namanya cinta.
            Sedikit kabar bahagia, kelasnya ternyata tak jauh dari kelasku. Bahkan hanya terpisahkan oleh satu ruang kelas. Aku selalu menyambut istirahat sekolah dengan ceria, karena di saat seperti ini aku dapat melihatnya meski hanya lewat jendela kelasku.
Mencintainya dalam diam. Aku bisa apa??? Aku hanya wanita. Setahun berlalu aku hanya bisa memendam apa yang aku rasakan. Ya,,, hanya mencintainya dalam diam. Mampu melihatnya dari balik jendela saja aku sudah girangnya minta ampun. Apalagi kalau pas ada kesempatan berada di dekatnya, atau dia benar-benar nyata berada di hadapanku. Sering sekali waktu memberiku kesempatan berada di dekatnya, entah itu saling tabrakan kemudian dia memberiku senyum penyejukknya, atau berada dalam perpustakaan. Hal kecil, tetapi selalu bisa mmbuatku bahagia.
“ Mahendra gonta-ganti cewek terus. Lama-lama ilfeel juga ah sama dia. Masak sekarang dia pacaran sama Mbak Winda anak kelas 2A” celoteh Chasanah kepadaku.
Aku hanya membalasnya dengan senyuman. Meski hatiku berkecamuk, lari kesana kemari, jatuh, merintih, bahkan menjerit. Selama satu tahun aku berhasil menyembunyikan cinta ini, dari siapapun. Mungkin diary-diary ku lah yang menjadi saksi betapa besar rasaku terhadapnya.
“ Tih kok kamu diam aja, hayo sedang ngelamunin siapa?” tanya Chasanah tiba-tiba saat kami duduk di depan kelas istirahat pertama.
Aku gelagapan, seperti maling yang sedang kepergok saat beraksi.
            “ Eh,,, engg,,, enggak,,, aku nggak sedang ngelamunin siapa-siapa. Hehhee” jawabku sambil meringis.
Sejak tadi aku memang sedang memperhatikannya yang sedang kumpul-kumpul dengan temannya.
            “Hayoooo... Ratih liatin siapa???” eh teman-teman yang lain malah ikut-ikutan mendadak kepo.
            “Haha tuh liatin Bu Lina marahin anak-anak di sana” celotehku. Untung di kelas depan ada situasi yang sangat mendukung. :D
Tiba saat kelulusannya. Kalian tahu??? Aku sangat kehilangan dia. Tapi lagi-lagi hanya air matakulah yang bicara. Sehari tak bertemu dengannya saja aku sudah gundah gulana. Apalagi kini aku akan kehilangan dia. Kehilangan??? Kadang aku ingin menertawakan diriku sendiri. Kenapa aku harus merasa kehilangan, padahal aku tak pernah memiliki dia?. Aku bisa apa? Aku hanya cewek biasa yang tahu diri nggak akan mungkin bisa membuatnya tertarik sampai kiamatpun tiba.
Hari-hariku terasa kosong setelah tak ku dapati lagi kehadirannya. Semangat untuk pergi ke sokalahpun juga sudah tak menggebu-gebu seperti dulu.
“Dasar kau bodoh Ratih, dia siapa kamu??? Bisa-bisanya memberi dampak sebesar ini” pikiranku seperti mengutukiku sendiri. Tapi hatiku juga tak bisa memungkiri kalau aku sangat kehilangan dia. Dan ingin hari-hariku kembali seperti ketika dia masih ada. Karena hanya bisa melihat wajahnya saja sudah memberiku kebahagiaan yang luar biasa.
Hatiku terus mencari sosok itu, senyum itu dan tatapan itu. Seminggu, sebulan dan setahun telah berlalu, kini aku sudah mulai terbiasa tanpa keberadaannya. Hingga akhirnya aku mulai memasuki bangku SMA. Siapa sangga di sana aku menemukan kejutan besar dalam hidupku. Setahun berlalu aku sudah bisa sedikit membunuh perasaanku. Kini dia benar-benar nyata berdiri di hadapanku sebagai senior di SMA baruku. Air mataku hampir jatuh karena sudah tak mampu ku bendung lagi. Dia yang selama ini sangat aku rindu. Oh Tuhan aku tak menyangka bisa satu sekolahan lagi. Gumamku dalam hati. Senyumnya tak berubah, tatapannya pun masih sama seperti dulu. Kenapa aku bisa mengerti bagaimana cara ia menatap, karena dulu aku pernah bertabrakan dengannya hingga mata kami saling memandang. Ya,,, aku nggak salah. Ini mata yang dulu pernah menyejukkan hatiku. Bahkan dia juga masih sama seperti dulu menjadi idola di sekolah dan digandrungi banyak cewek.
“Rasa ini muncul lagi??? Kemarin aku mati-matian berusaha membunuh cinta ini, tapi setelah aku berhasil kenapa aku harus dipertemukan lagi? Apa ini kesempatan ke dua yang diberikan Tuhan sehingga aku bisa memilikinya? “. Pertanyaan ini semakin membuatku berkecamuk. Kenapa aku harus bertemu dengannya lagi?. Dia cinta pertamaku. Dia yang pertama kali membuatku mengerti apa itu cinta, apa itu rindu, dan apa itu kecewa.
“Dek ini punyamu?” tanya seseorang dari belakang tubuhku.
Ketika aku menoleh ke belakang kalian tahu siapa yang berdiri tepat di belakangku sekarang? Dia. Ya saat ini dia tepat berdiri di belakangku. Dengan debaran yang tak menentu ku balikkan tubuhku menghadap dia.
            “ Eh iy... iya mas...” jawabku tergagap.
Tuhan,,, dia tersenyum padaku... senyum yang selama ini aku cari-cari.
“ Ma,,, makasih ya mas...” kataku
Hari-hariku kini mulai berwarna lagi, setelah beberapa bulan badai datang menghancurkan senyumku. Kini aku mulai sering bertemu dengannya, ngobrol dengannya, karena kami berada dalam satu organisasi. Di sekolah aku iseng mengikuti kegiatan ekstrakulikuler PMR. Sebelumnya aku tak menyangka kalau dia anak PMR, karena setahuku dia menjadi anggota OSIS dan pramuka di sekolah. Mengikuti diklat adalah salah satu syarat agar aku bisa menjadi anggota PMR yang berlangsung selama 2 hari satu malam. Malam itu, saat deadline renungan malam dia ikut andil. Lagi-lagi senyumnya yang selalu membuatku mati kutu. Dari itulah aku tahu kalau dia juga mengikuti ekskul PMR. Lewat ekskul ini pula aku mulai dekat dengannya. Aku tak pernah berharap banyak dengan kedekatan ini, karena sampai sekarang belum ada tanda-anda kalau dia menyukaiku. Akupun sadar, seorang idola sekolah tak mungkin   menyukai gadis kuper dan cuek sepertiku ini. Meski tak sedikit dia mulai perhatian terhadapku. Ya wajar, mungkin karena kami berada dalam satu organisasi dan devisi. Tapi lama-lama aku mulai tersadar kalau sebenarnya dia sudah menganggapku sebagai teman baiknya.
Harapanku mulai buyar ketika aku tahu kalau sebenarnya Mahendra menyukai seseorang lain di organisasi ini. Siapa dia??? Dia adalah sahabatku sendiri, Ayu. Hancur??? Pasti. Tapi aku bisa apa, karena Ayu juga sama-sama menyukai Mahendra. Bahan Mahendra memintaku untuk nyomblangin mereka. Bisa dibayangkan bukan betapa dilemanya aku???.
“ Tih, please dong comblangin aku!!! Kamu kan dekat dengan Ayu.” Pintanya.
Aku hanya meringis menanggapinya.
            “ Loh ya cuma tersenyum,,, kamu mau apa dah akan aku kasih asal kan kamu mau nyomblangin aku dengan Ayu” Kata Mahendra membujuk.
            “ Ih apa sih kak, kakak ganteng,,, kakak coba dewh deketin sendiri, dia nggak bakal nolak kok” kataku.
Aku bahkan nggak butuh ice cream, coklat, atau boneka. Aku hanya butuh hatimu Ndra. Bukan iming-iming hadiah yang akan kamu berikan jika aku berhasil nyomblagin kalian. L
            “ Dia susah Tih,,, bakal nggak pernah nanggepin aku,,,” katanya lagi.
            “ Ah Cuma perasaan kakak mungkin.” Jawabku.
Maaf Ndra, bukannya aku nggak mau nyomblangin kalian. Karena aku nggak mau terlalu munafik dengan perasaanku sendiri. Aku hanya nggak kuat nantinya kalau harus nanggung penyesalan karena telah mempersatukan kalian. Mempersatukan kalian sama halnya melukai hatiku sendiri.
            Berada dalam satu organisasi ternyata tak membuatku bahagia, bukan karena organisasinya. Tetapi karena aku nggak kuat harus lama-lama memendam ini terus menerus, sedangkan dia selalu ada bersamaku. Akhirnya aku memutuskan untuk keluar dari organisasi ini. Awalnya dialah orang pertama yang tak mengijinkan aku untuk keluar, tetapi aku beralasan kalau aku ingin fokus belajar.
            “ Tih,,, please...” katanya meminta.
Aku hanya membalasnya dengan gelengan sedih.
            Setelah keluar dari organisasi, aku memang lebih menyibukkan diriku untuk belajar. Ini adalah alasan agar aku dapat menghindar dari dia. Meskipun kami hanya berteman, tetapi kami sudah seperti sahabat yang sangat dekat. Aku selalu mencoba agar tak bertemu dengannya, tak jarang pula dia mencariku. Dan kini aku sudah mulai terbiasa tanpanya.
Lama aku tak bertemu dengarnya, kini aku harus mendengar lagi kabar kalau dia ternyata sudah jadian dengan teman sekelasnya. Katanya hubungan mereka sangat langgeng dan romantis bahkan dengar-dengar mereka dinobatkan sebagai pasangan terserasi oleh anak-anak. Aku harus menerimanya dengan lapang, karena sampai kapanpun aku tersadar dia nggak mungkin jadi milikku. Pernah dekat dengannya meskipun hanya sebgai teman dekat sudah mampu membuatku tersenyum bahagia.
Sakit??? Tentu. Tapi inilah bukti bahwa aku sangat mencintainya. Aku ikhlas dia bahagia bersama cinta sejatinya. Menyesal??? Tentu saja tidak. Aku nggak pernah berpikiran menyesal karena telah mencintainya. Bahkan telah atuh cinta kepadanya untuk yang kedua kalinya, meskipun aku tahu dia nggak akan pernah menjadi milikku.
            Membaca lembar demi lembar diary yang dulu pernah ku tulis ini membuatku tersenyum, namun ternyata masih ada sedikit rasa sesak yang bergeming di hatiku. Kini apa kabar kamu??? Aku tersenyum saat menutup diary mungilku yang bersampul warna pink ini. Terima kasih ya sudah pernah memberi warna dalam hidupku. Aku masih berharap kelak kita dapat dipertemukan kembali. Namun dalam kondisi masing-masing dari kita sudah memiliki keluarga kecil. J

The End

Tidak ada komentar:

Posting Komentar